ANDA DAPAT MENGAKSES WEBSITE RESMI MTSN 1 DI www.mtsn1-jakarta.sch.id

CARI ARTIKEL

Minggu, 11 Oktober 2015

"ANA KHAIRUN MINHU...?? Aku lebih baik dari dia ( KESOMBONGAN DIRI )

Sombong, barangkali sama tuanya dengan peradaban manusia. Iblis dikutuk dan dikeluarkan dari surga juga lantaran sombong. Ia menolak bersujud kepada Adam as, manusia pertama, karena merasa dirinya lebih baik.
“Allah berfirman:

قَالَ يَآإِبْلِيسُ مَامَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ الْعَالِينَ {75}
قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ {76}
 ‘Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang (yang) lebih tinggi?’ Iblis berkata: ‘Aku lebih baik daripadanya, karena engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah’.” (Shaad: 75–76).
“Ana khoirun minhu (saya lebih baik dari dia),” kata Iblis. Merasa diri lebih baik dari pada yang lain itulah sombong. Dan akibat sombong, iblis dikutuk.

“Allah berfirman:

قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ {77} وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِى إِلَى يَوْمِ الدِّينِ {78}

‘Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.” (Shaad: 77–78).

Sombong atau yang sering kita kenal dengan istilah kibr, takabur dan istikbar, ketiganya hampir semakna, merupakan suatu kondisi seseorang di mana ia merasa lain dari yang lain (dengan keadaan tersebut) sebagai pengaruh i?jab (kebanggaan) terhadap diri sendiri, yaitu dengan adanya anggapan atau perasaan, bahwa dirinya lebih tinggi dan besar daripada selainnya.

Perihal sombong, Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam mendefinisikan dalam sebuah riwayat, “Kibr (sombong) adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”
(HR Muslim).

Dua kata kunci: menolak kebenaran dan meremehkan manusia, itulah sombong. Ketika ada rasa ingin menonjolkan dan membanggakan diri, ketika hati kita keras menerima nasihat terlebih dari yang lebih yunior, ketika pendapat kita enggan untuk dibantah bahkan tidak jarang dipertahankan dengan dalil yang dipaksakan, ketika kita tersinggung tidak diberi ucapan salam terlebih dahulu, ketika kita berharap tempat khusus dalam sebuah majlis, ketika kita tersinggung titel dan jabatan yang dimiliki tidak disebut, maka jangan-jangan virus takabbur telah meracuni diri kita.

Maka tidak akan berlaku sombong, kecuali orang yang merasa dirinya besar dan tinggi, dan ia tidak merasa tinggi atau besar, kecuali karena adanya keyakinan, bahwa dirinya memiliki keunggulan, kelebihan dan kesempur-naan yang dengannya ia menganggap berbeda dengan orang lain.

Ada beberapa sebab yang mendorong seseorang menganggap dirinya lebih unggul daripada orang lain, sehingga melahirkan kesombongan dalam jiwa, yaitu:

1. Sombong dengan Ilmu

Ada sebagian thalib ilmu atau orang yang diberi pengetahuan oleh Allah, namun malah justru menjadikan dirinya sombong. Ia merasakan dirinyalah yang paling pandai (alim), menganggap rendah orang lain, menganggap bodoh mereka dan selalu ingin agar dirinya mendapatkan penghormatan, pelayanan dan fasilitas khusus dari mereka. Dia memandang, bahwa dirinya lebih mulia, tinggi dan utama di sisi Allah daripada mereka.

Ada dua faktor yang menyebabkan seseorang menjadi sombong dengan ilmunya:

Pertama, Ia mencurahkan perhatian terhadap apa yang ia anggap sebagai ilmu, padahal hakikatnya ia bukanlah ilmu. Ia tak lebih sebagai data atau informasi yang direkam dalam otak yang tidak memberikan buah dan hasil, karena ilmu yang sesungguhnya akan semakin membuat ia kenal siapa dirinya dan siapa Rabbnya. Ilmu yang hakiki akan melahirkan sikap khosyah (takut kepada Allah) dan tawadhu? (rendah hati), bukan sombong, sebagai-mana firman Allah Subhannahu wa Taala ,
?Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.?(QS. Faathir : 28)

Ke dua, Al-khoudl fil ilm yaitu belajar dengan tujuan agar dapat berbicara banyak, berdebat dan menjatuhkan orang dengan kepiawaian yang dimilikinya, sehingga orang menilainya sebagai orang alim yang tak terkalahkan ilmu-nya. Selayaknya ia lebih dahulu memperbaiki hati dan jiwanya, membersihkan dan menatanya, sehingga tujuan dalam mencari ilmu menjadi benar dan lurus. Karena merupakan karakteristik khas dari ilmu, bahwasanya ia menjadikan pemiliknya bertambah takut kepada Allah dan tawadhu? terhadap sesama manusia. Ibarat pohon tatkala banyak buahnya, maka ia semakin merunduk dan merendah, sehingga orang akan dengan lebih mudah mendapatkan kebaikan dan manfaat darinya.

Orang, apabila telah hobi mengumbar omongan, bantah-bantahan dan debat kusir, maka ilmunya justru akan melemparkannya kepada kedudukan yang rendah dan pengetahuan yang dimilikinya tidak akan membuahkan hasil yang baik, sehingga keberkahan ilmu tidak tampak sama sekali.

2. Sombong dengan Amal Ibadah

Kesombongan ahli ibadah dari segi keduniaan adalah ia menghendaki,atau paling tidak membuat kesan, agar orang lain menganggapnya sebagai orang yang zuhud, wara?, taqwa dan paling mulia di hadapan manusia. Sedangkan dari segi agama adalah ia memandang, bahwa orang lain akan masuk neraka, sedang dia selamat darinya.

Sebagian ahli ibadah apabila ada orang lain yang membuatnya jengkel atau merendahkannya, maka terkadang mengeluarkan ucapan, ?Allah tidak akan mengampunimu atau, ?Kamu pasti masuk neraka? dan yang sejenisnya. Padahal ucapan-ucapan tersebut dimurkai Allah, yang justru dapat menjerumuskannya ke dalam neraka.

3. Sombong dengan Keturunan (Nasab)

Barangsiapa yang mendapati kesombongan dalam hati karena nasabnya, maka hendaknya ia segera mengobati hatinya itu.
Jika seseorang akan mencari nasabnya, maka perhatikan firman Allah berikut ini,
?Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).? (QS. 32:7-8)

Inilah nasab manusia yang sebe-narnya, kakeknya yang terjauh adalah tanah, dan nasabnya yang terdekat adalah nuthfah alias air mani. Jika demikian keadaannya, maka tak selayaknya seseorang sombong dan merasa tinggi dengan nasabnya.

4. Sombong dengan Kecantikan/Ketampanan

Kesombongan seperti ini banyak terjadi di kalangan para wanita, yaitu dengan menyebut-nyebut kekurangan orang lain, menggunjing dan membicarakan aib sesama.

Seharusnya orang yang sombong dengan kecantikannya ini banyak menengok ke dalam hatinya. Untuk apa anggota tubuh yang indah, namun hati dan perangai buruk, padahal tubuh secantik apa pun pasti akan binasa, hancur dan hilang tak tersisa.

Belum lagi kalau orang mau merenungi, bahwa selagi masih hidup, maka mungkin saja Allah berkehendak untuk mengubah kecantikan atau ketampanannya, misalnya dengan mengalami kecelakaan, sakit kulit, kebakaran dan lain sebagainya, yang dapat menjadikan rupa yang cantik menjadi buruk. Maka dengan kesadaran seperti ini, insya Allah rasa sombong yang ada dalam hati akan terkikis dan bahkan tercabut hingga ke akar-akarnya.

5. Sombong dengan Harta

Yaitu dengan memandang rendah orang fakir dan bersikap congkak terhadap mereka. Ini disebabkan harta yang dimilikinya, perusahaan-perusahaan yang banyak, tanah dan bangunan, kendaraan mewah, perhiasan dan lain sebagainya. Kesombongan karena harta termasuk kesombongan karena faktor luar, dalam arti bukan merupa-kan potensi pribadi orang yang bersang-kutan. Berbeda dengan ilmu, amal, kecantikan atau nasab, sehingga apabila harta itu hilang, maka ia akan menjadi hina sehina-hinanya.

6. Sombong dengan Kekuatan dan Kegagahan

Orang yang mendapatkan karunia seperti ini hendaknya menyadari, bahwa kekuatan adalah milik Allah seluruhnya. Hendaknya selalu ingat, bahwa dengan sedikit sakit saja akan membuat badan tidak enak, istirahat tidak tenang. Kalau Allah menghendaki, seekor nyamuk pun dapat membuat seseorang sakit dan bahkan hingga menemui ajalnya.

Orang yang mau memikirkan ini semua, yaitu sakit dan kematian yang bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja, maka sudah sepantasanya tidak angkuh dan takabur dengan kekuatan dan kesehatan badannya.

7. Sombong dengan Banyaknya Keluarga, Kerabat atau Pengikut.

Kesombongan jenis ini juga merupakan kesombongan yang disebabkan faktor luar, bukan karena kelebihan yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Dan setiap orang yang sombong karena sesuatu yang bukan dari kelebihan dan keunggulan dirinya sendiri, maka dia adalah sebodoh-bodoh manusia. Bagai-mana mungkin ia sombong dengan sesuatu yang bukan merupakan kelebih-an dirinya?

PENGARUH KESOMBONGAN

Kesombongan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan, dan pengaruh-pengaruh tersebut tampak dalam gerak-gerik anggota badan, cara berjalan, berdiri, duduk, berbicara dan diamnya seseorang.

Di antara pengaruh-pengaruh yang tampak dari sikap kesombongan adalah:

* Orang yang sombong kalau toh mau berjalan bersama-sama orang lain, maka ia selalu minta paling depan dan semua orang harus ada di belakangnya. Konon Abdur Rahman bin Aufz, kalau sedang berjalan bersama para pembantunya, maka tidak ketahuan ada disebe-lah mana, ia tidak pernah menonjolkan diri harus berada paling depan supaya semua orang melihatnya.

* Orang sombong jika berada di suatu majlis, biasanya minta diistimewakan, diperlakukan lain daripada yang lain. Kemudian ia akan sangat senang kalau semua orang mendengarkan yang ia katakan dan sangat benci kalau ada orang lain mengalihkan pembicaraan kepada selainnya. Maunya semua orang harus membenarkan dan menerima apa yang ia katakan.

* Termasuk pengaruh sifat sombong adalah memalingkan muka dari sesama muslim, atau melihat dengan pandangan sinis dan merendahkan.

* Kesombongan juga berpengaruh bagi seseorang dalam ucapan, gaya bicara dan nada intonasinya. Bahkan terkadang mencerminkan ketidaksopanan, misalnya seorang murid atau mahasiswa menghardik gurunya, karena ia merasa anak seorang pejabat atau tokoh.

* Kesombongan juga akan mempe-ngaruhi gaya jalan seseorang, misalnya sambil membusungkan dadanya, atau berjalan dengan dibuat-buat agar menarik perhatian orang lain. Allah Subhannahu wa Taala telah berfirman,
?Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.? (QS. 17:37)

* Kesombongan juga berpengaruh di dalam kehidupan rumah tangga. Biasanya orang yang dalam hatinya ada kesombongan akan enggan mengerjakan pekerjaan rumah, walau hanya sepele. Hal ini berbeda dengan sikap tawadhu? yang diajarkan oleh Rasulullah Salallahu alaihi wa salam. Aisyah radiallahuanha meriwayatkan, bahwa Rasul Allah Subhannahu wa Taala biasa membantu istri beliau.

* Merupakan pengaruh kesombongan juga, bahwasanya ia membuat seseorang enggan membawakan barang atau sesuatu ke rumahnya, meskipun bukan hal yang berat, misalnya saja barang belanjaan. Alizberkata, ?Seseorang tidak akan berkurang kesempurnaannya dengan membawakan sesuatu untuk keluarganya.?

* Kesombongan juga mempengaruhi gaya berpakaian seseorang, yaitu ia berpakaian dengan tujuan pamer dan supaya terkenal, atau dengan pakaian yang melanggar ketentuan syar?i, seperti isbal (memanjangkan celana di bawah mata kaki) bagi laki-laki.

* Orang yang sombong biasanya sangat senang apabila ia datang, lalu orang-orang berdiri untuk menghormat-nya. Padahal para shahabat apabila datang Rasulullahsaw kepada mereka, maka mereka tidak berdiri untuk beliau, hal ini dikarenakan mereka tahu, bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam membenci hal itu.

* Orang yang dalam hatinya ada kesombongan tidak akan mau mengunjungi orang lain, tidak mau mengucapkan salam lebih dahulu, minta supaya diprioritaskan dan tidak mau mendahulukan kepentingan orang lain.

* Kesombongan juga akan mengakibatkan seseorang tidak memandang adanya hak orang lain pada dirinya. Sementara itu ia beranggapan, bahwa ia memiliki hak yang banyak atas selainnya.

 Kita berlindung kapada Allah dari perbuatan sombong, baik dalam bentuk sifat, sikap maupun perilaku, karena ia dapat menjadi penghalang masuk jannah. Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan masuk jannah (surga) seseorang yang terdapat dalam hatinya sifat sombong (kibr) meskipun hanya sebesar biji sawi.” (HR Muslim).

 Berhati-hatilah kita, karena sifat, sikap, dan perilaku merasa lebih baik, lebih mulia bisa menimpa siapa saja. Seorang tokoh yang memiliki pengikut banyak, reputasi yang luas juga berpotensi untuk menyombongkan diri lantaran ketokohannya dan pengikutnya yang banyak. Seorang yang memiliki tubuh kuat, atletis, jawara, kadang tergoda memamerkan bentuk tubuhya, disamping tidak jarang gampang terpancing perkelahian, dalam urusan kecil sekalipun, hanya lantaran merasa dirinya pendekar.

Seorang rupawan juga kadang tergoda untuk membanggakan kecantikannya dan meremehkan yang tidak seganteng dan secantik dirinya, bahkan sampai mencacat bentuk fisik orang lain. Seorang hartawan sering tergoda membanggakan pakainnya yang bagus, kendaraannya yang mewah, rumahnya yang mentereng dengan melihat sebelah mata pada kaum alit yang kumal, kotor, kolot dan pinggiran. Seorang pejabat yang kebetulan pangkatnya lebih tinggi kadang merasa lebih baik dari bawahannya. Presiden merasa lebih baik dari menteri, jenderal merasa lebih baik dari kopral, direktur merasa lebih baik dari karyawan dan seterusnya.
  
Rasa sombong juga dapat menghinggapi ilmuwan. Ilmunya setinggi langit, titelnya profesor doktor, hafal Alquran, dapat berbicara dalam banyak bahasa. Tetapi, ia tidak sabar untuk menahan dirinya merasa lebih baik dari masyarakatnya. Seorang bangsawan, karena merasa berasal dari keturunan yang mulia, aristokrat, darah biru, kadang merasa tidak sepadan jika harus bersanding, bergaul dengan yang bukan bangsawan.
  
Bahkan sifat sombong juga dapat menimpa seorang ahli ibadah atau ulama. Sosok yang secara kasat mata (dhahir) terlihat wara’ (sangat hati-hati bersikap), zuhud (sederhana), bertahajud setiap hari, berpuasa senin-kamis, sholat rawatibnya tidak pernah tertinggal. Karena salatnya rajin sekali hingga jidatnya hitam. Namun, ternyata ia tergoda untuk menganggap dirinya orang yang paling suci, paling baik, paling takwa. Orang lain dianggap tidak ada apa-apanya dibanding dia.
  
Kisah Abu Dzar Radhiyallahu’anhu patut kiranya menjadi pelajaran. Suatu ketika beliau sedang marah kepada seorang laki-laki sampai terucap, “Hai anak wanita hitam.” Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam mendengar hal itu, kemudian bersabda, “Wahai Abu Dzar, tidak ada keutamaan bagi kulit putih atas kulit hitam,” (dalam riwayat lain ditambahkan, “melainkan karena takwa”). Mendengar hal itu Abu Dzar sangat menyesal hingga meminta orang tadi untuk menginjak pipinya. (HR Imam Ahmad)

Allah ‘azzawa jalla berfirman :

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ
 Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong), dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS, Luqman: 18).

 Dua kata kunci: menolak kebenaran dan meremehkan manusia, itulah sombong. Ketika ada rasa ingin menonjolkan dan membanggakan diri, ketika hati kita keras menerima nasihat terlebih dari yang lebih yunior, ketika pendapat kita enggan untuk dibantah bahkan tidak jarang dipertahankan dengan dalil yang dipaksakan, ketika kita tersinggung tidak diberi ucapan salam terlebih dahulu, ketika kita berharap tempat khusus dalam sebuah majlis, ketika kita tersinggung titel dan jabatan yang dimiliki tidak disebut, maka jangan-jangan virus takabbur telah meracuni diri kita.
  
Imam Ghozali mengajari cara mawas diri agar tidak terjebak dalam sikap merasa lebih baik. Ketika kita melihat seseorang yang belum dewasa, kita bisa berkata dalam hati: “Anak ini belum pernah berbuat maksiat, sedangkan aku tak terbilang dosa yang telah kulakukan, maka jelas anak ini lebih baik dariku.” Ketika kita melihat orang tua, “Orang ini telah beramal banyak sebelum aku berbuat apa-apa, maka sudah semestinya ia lebih baik dariku.” Ketika kita melihat seorang ‘alim, “Orang ini telah dianugerahi ilmu yang tiada kumiliki, ia juga berjasa telah mengajarkan ilmunya. Mengapa aku masih juga memandang ia bodoh, bukankah seharusnya aku bertanya atas yang perlu kuketahui?” Ketika kita melihat orang bodoh, “Orang ini berbuat dosa karena kebodohannya, sedangkan aku? Aku melakukannya dengan kesadaran bahwa hal itu maksiat. Betapa besar tanggung jawabku kelak.


Lantas, atas dasar apa kita membanggakan diri ? Bukankah dunia ini bersifat fana? Bukankah kekayaan, pangkat, kecantikan, keturunan, pengikut, dan ilmu merupakan anugerah Allah yang bersifat sementara dan ujian bagi setiap manusia? Perbedaan fisik manusia tidak permanen dan ditujukan untuk menguji kesabaran dan akhlak manusia. Semuanya dapat dicabut sewaktu-waktu jika Allah menghendaki. Ia pun dapat merubahnya sekejab, si cantik dapat diubah-Nya menjadi si buruk rupa, sang jagoan bisa menjadi si buta, si kaya dapat bangkrut seketika, sang pejabat menjadi penghuni penjara, dan seterusnya.

menganggap diri sendiri lebih tinggi dan hebat dan merendahkan orang lain. Sikap sombong disebabkan karena beberapa faktor, yaitu: amal dan ilmu, nasab, kecantikan, kekuatan, kekayaan, keturunan, dan lainlain. Kesombongan banyak terjadi misalnya dalam keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat, dan di manapun. Mereka berlaku sombong karena sudah terbiasa hidup seperti itu, dalam keluarga misalnya orang tua selalu membiasakan anak untuk selalu sombong, dengan membanggakan kehebatan yang dimiliki anak, maka anak akan merasa besar hati, dan keadaan itu dibiasakan sampai dewasa bahkan sampai tua. orang sombong suka dengan pujian, dia ingin selalu menempati kedudukan atas, tidak mau dinasehati, menganggap dia yang paling benar. Padahal sikap seperti itu tidak dibenarkan dalam pergaulan, apalagi dalam agama Islam.

Allah sangat membenci orang yang berlaku sombong, siapapun yang tidak bisa menghilangkan sifat itu maka Allah akan memesukkan dalam tempat yang paling hina, yaitu neraka jahannam. Seseorang bisa berubah, asalkan dia mau merubahnya dengan sungguh-sungguh, yaitu dengan mengimani al-Qur'an, caranya dengan membaca dengan memahami makna yang terkandung di dalam-Nya. Kemudian dengan cara menghafal al-Qur'an, karena dengan menghafal hati seseorang akan selalu dekat dengan al-Qur'an, tidak sempat dan tidak mau untuk melakukan hal-hal yang dapat merusak iman.
  
 Alqur`an adalah terapi kesombongan

Al-Qur'an adalah kitab suci yang menjadi pedoman hidup dan merupakan obat bagi penyakit sombong. Terapi penyembuhan sombong dalam al-Qur'an yaitu dengan membaca al-Qur'an, mendekatkan diri pada al-Qur'an dan mengamalkan ajaran al-Qur'an. Sedangkan terapi penyembuhan dalam bimbingan dan konseling Islam yaitu dengan amal dan ilmu, sehingga dengan kedua hal tersebut akan tercipta sikap tawadhu' dalam hati. Untuk itu seseorang harus berusaha dengan sungguh-sungguh dengan keyakinan hati bahwa melalui al-Qur'an penyakit sombong akan hilang. Penyembuhan dalam al-Qur'an dengan bimbingan dan konseling Islam mempunyai hubungan yang erat. Al-Qur'an mengandung unsur-unsur penyembuhan seperti yang didapat dalam ilmu bimbingan dan konseling Islam.

Sedangkan dalam bimbingan dan konseling Islam, seorang konselor dalam menerapkan bimbingan selalu mengacu pada al-Qur'an dan sunnah Rosul. Sehingga antara keduanya mempunyai tujuan dan fungsi yang sam, sehingga mewujudkan individu dan seluruh umat untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.

Allah hanya melihat ketakwaan seorang hamba. Bukan kekayaan, pangkat, fisik atau keturunan. Maka sungguh rugi kalau masih ada anak manusia yang masih merasaana khairun minhu (saya lebih baik dari dia).seperti ucapan iblis


Sumber : https://id-id.facebook.com/notes/von-edison-alouisci/ana-khairun-minhu-kesombongan-diri-/22