ANDA DAPAT MENGAKSES WEBSITE RESMI MTSN 1 DI www.mtsn1-jakarta.sch.id

CARI ARTIKEL

Rabu, 07 Oktober 2015

Bagaimana Memilih Pemimpin?
Jumat 5 Jamadilawal 1435 / 7 Maret 2014 14:20

MASA-masa ini, bangsa kita akan diguyur oleh hujan politik. Hujan itu tak sama dengan hujan biasa yang membuat sejuk. Hujan ini justru amat panas. Berbagai cara dilakukan untuk memikat calon pemilih. Tak jarang, antar satu calon dengan yang lainnya saling sikut. Saling berlomba membesar-besarkan nama. Mereka berlomba menjadi yang terbaik di mata masyarakat. Bahkan, mereka rela menepis kenyataan, yang penting image-nya baik.


Namun, apa pun yang mereka lakukan, keputusan tetap berada di tangan rakyat. Itu sebabnya, rakyat harus mengerti posisi dan perannya. Dalam sistem negara kita, rakyatlah yang berada pada puncak tertinggi. Semua yang dilakukan oleh para pemimpin kelak adalah untuk kepentingan dan kemashlahatan rakyat.
Terkadang, kita perlu setegas Abu Muslim Alkhaulani mempertahankan hak kita. Pernah suatu waktu ia mengunjungi Muawiyah bin Abu Sufyan yang sudah menjabat sebagai khalifah. Saat itu ia sedang dikelilingi oleh beberapa orang.
Abu Muslim Alkhaulani menyapanya, “Assalamu’alaika ya ‘ajir (pekerja upahan)!”
Orang-orang yang ada di tempat itu berusaha membenarkan salamnya dengan mata membelalak penuh ancaman dan kegeraman, “Assalamu’alaika ya ‘amir (pemimpin)!”
Abu Muslim tetap bersikukuh dengan salamnya. Ia kekeuh, tidak mau mengubah salamnya.
Muawiyah bin Abu Sufyan berkata, “Biarlah dia, dia lebih tahu apa yang dia ucapkan!”
“Engkau,” Kata Abu Muslim Alkhaulani, “adalah pekerja upahan rakyat untuk menjaga kemashlahatan mereka.”
Inilah syarat pertama, pemimpih yang benar harus betul-betul punya niat untuk menjaga kemashlahatan rakyat. Bila ada calon pemimpin yang tujuannya hanya untuk memenangkan ambisi dan kepentingan pribadi, ia harus ditolak, walaupun ia berjanji atas nama rakyat.
Kedua, sebagai muslim, kita diwajibkan mengangkat pemimpin yang muslim. Ini perintah Allah dalam Al-Qur’an. Yang menjadi Awliya’ di antara kita haruslah seorang muslim. Tidak bisa yang lain. Latar belakangnya tidak masalah, yang terpenting dia muslim dan bisa menjaga amanah rakyatnya.
Memilih pemimpin itu tidak boleh terprovokasi. Ada berbagai macam caranya orang menjatuhkan pesaing. Bisa-bisa, penilaian kita malah terpengaruh oleh makar dan propaganda dari pihak-pihak tertentu.
Ada berbagai macam corak kehidupan para pemimpin kita. Di antara corak itu ada yang bisa dijadikan sebagai titik lemah untuk merendahkan dan mematikan karakternya. Namun, kita harus pintar-pintar menilai. Ada isu yang sengaja dibuat, ada pula isu yang sengaja dibesar-besarkan.
Jadi, tidak pantas kita membenci orang yang melalui sesuatu yang sebenarnya diizinkan oleh Allah. Sebab Allah tak pernah mengizinkan keburukan. Ada begitu banyak orang yang melakukan keburukan, kenapa kita tidak membenci mereka saja? Meski kita tidak pernah menginginkan poligami, kita tidak boleh membenci yang melakukan. Sebab niat di dalam hati seseorang tidak bisa kita ketahui. Sedangkan kebencian kita sudah rawan dosa.
Bukan hanya masalah poligami yang marak di negara kita saat ini, ada begitu banyak hal lain. Namun, saya hanya ingin menunjukkan bahwa selalu ada sisi yang bisa kita nilai berdasarkan pra sangka baik. Kita sudah punya aturan agama yang membatasi. Dengan aturan-aturan itulah kita harus menimbang. Jadi, walaupun seseorang melakukan hal-hal yang diisukan miring—tapi hal yang dia lakukan itu diperbolehkan oleh Allah—dan dia punya kelayakan untuk memimpin ummat, maka silahkan.
Lihatlah sejarah Islam. Memang, selalu ada perbedaan pendapat tentang siapa yang layak jadi khalifah, namun itu hanya berada pada batas kelayakan atau tidaknya. Tidak dipermasalahkan soal “private life” seseorang. Sebab itu urusannya dengan Allah secara pribadi.
Ketiga, bukti kinerjanya pantas. Semua calon pemimpin kita adalah orang-orang yang sudah ramai dikenali. Sebab itu, harusnya kita sudah punya gambaran sejak sekarang. Selama bertahun-tahun mereka bekerja, pastilah sudah ada hasil. Itulah bedanya pekerjaan dan tugas mereka dilakukan dengan benar atau tidak.
Inilah yang menjadi indikator. Banyak orang yang memilih calon-calon legislatif misalnya, hanya sebab popularitas saja. Artis, misalnya. Ya, silahkan. Kalau memang dia punya kemampuan membawa amanah rakyat, silahkan. Tidak ada masalah dari latar belakang seperti apa dia hadir. Yang pentingnya syaratnya terpenuhi.
Disinilah kita bisa memahami, mana calon yang menunjukkan kebenaran dan mana yang hanya mencari pembenaran. Semoga kita tak salah memilih. Sebab dosa yang diperbuat oleh pemimpin yang kita pilih ada kemungkinan terjangkit ke kita—sebagai pemilih. Dan, bersikap apatis (tidak mau tahu apa yang terjadi) pun bisa berdosa. Jadi, hati-hati. [] sumber https://www.islampos.com/bagaimana-memilih-pemimpin-100706/