Dengan segala kelebihan yang kau punya. Sejatinya
kelebihanmu itu semua bak pisau bermata dua, yang dapat menghantarkanmu ke
surga, atau menjerumuskanmu ke dalam neraka. Ya, karena kelebihanmu itu dapat
menjadi karunia yang berbuah pahala, atau bencana yang berujung dosa
Hei kamu.. iya kamu, yang bernama jiwa manusia…
Kamu merasa sudah lama mengaji, banyak ilmu yang
dikuasai, berasa otak cerdas sekali…
berduyun-duyun orang bertanya padamu sana-sini…
Lalu kamu ingin memuji diri?
Hei, fiqh perbandingan madzaahib apa sudah semuanya kau kuasai? Atau kau merasa ilmumu
sepantaran Imam Al-Bukhari dan An-Nawawi? Hingga kamu merasa pintar sendiri?
Kemudian kau membuat orang merasa bodoh dengan sikapmu yang “sok tinggi”.
Janganlah demikian…
Ilmu Allah laksana samudera tak bertepi. Pun di atas langit keilmuan seseorang,
masih ada langit di atasnya lagi. Di atas itu semua ada Dzat yang Maha
Mengetahui. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ (76)
“…
dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha
Mengetahui.” (Qs. Yusuf: 76)
قيل إن العلم ثلاثة أشبار : من دخل في الشبر الأول، تكبر
ومن دخل في الشبر الثانى، تواضع ومن دخل في الشبر الثالث، علم أنه ما يعلم.
×Powered
By LaSuperba“Ada yang berkata bahwa sesungguhnya
ilmu itu terdiri dari tiga jengkal. Jika seseorang telah menapaki jengkal yang
pertama, maka dia menjadi tinggi hati (takabbur). Kemudian, apabila dia telah
menapaki jengkal yang kedua, maka dia pun menjadi rendah hati (tawadhu’). Dan
bilamana dia telah menapaki jengkal yang ketiga, barulah dia tahu bahwa
ternyata dia tidak tahu apa-apa.” (Dinukil dari kitab Hilyah Thalibil ‘Ilmi, buah pena Syaikh Bakr ibn ‘Abdillaah Abu Zaidrahimahullaah).
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ
مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ
ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak
akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar
biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka
memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu
indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan
orang lain.“ (HR. Muslim)
تواضع تكن كالنجم لاح لناظر # على صفحات الماء وهو رفيع
ولا تكن كالدخان يعلو بنفسه # على طبقات الجو وهو وضيع
“Rendah hatilah…jadilah laksana bintang bercahaya yang
tampak di bayangan air yang rendah, padahal sebenarnya dia berada di
ketinggian. Jangan menjadi laksana asap, yang membumbung tinggi dengan
sendirinya di lapisan udara yang tinggi, padahal sebenarnya dia rendah.”
Kamu, yang mengaku meniti Jalan Salaful ummah…
Coba lihat akhlakmu ini! Mulut kotor penuh hujatan, mencela, dan memaki! Mana
sajakah dari akhlak mereka yang kau tepati? Coba kau hitung dengan jari! Pandai
mengaku tapi tak jua baik budi!
وكل يدَّعي وصلاً بليلى …. وليلى لا تقر لهم بذاكا
“Semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan
Laila, namun Laila tak membenarkan pengakuan mereka.”
Janganlah demikian…
Pengakuan itu tidak hanya sekadar di lisan belaka, namun harus dibuktikan
dengan amalan yang nyata wahai yang bernama jiwa…
Kamu.. yang sudah berpakaian syar’i..
Kamu melirik sinis ke akhawat baru mulai serius belajar agama, merendahkan
mereka dengan gelagatmu yang membuat mereka jengah. Apa engkau mengira dirimu
ini sudah shaalihahsetengah mati ?!
Allah Subhaanahu
wa Ta’aala berfirman,
فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ
اتَّقَى
“..Maka
janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang
orang yang bertakwa.” (Qs. An-Najm:32)
Janganlah demikian.. berpakaian syar’i tidak serta
merta menjadikan diri kita seutuhnya baik dan suci. Bisa jadi di sisi lain
mereka lebih baik darimu, karena ternyata, mungkin dianara yang berjilbab
syar’i masih ada yang suka ber-ghibah tentang itu dan ini? Janganlah merasa
surga sudah engkau bookingsendiri.
Kamu, yang sudah menghafal Al-Qur’an seluruhnya…
Tak usahlah merasa paling hebat sedunia. Apa tajwidnya sudah benar kau terapkan
dengan sempurna? Apa hafalanmu mencapai derajat “itqaan”
di luar kepala?
Kamu, yang sudah menghafal hadits ribuan banyaknya…
Tidak perlu kau rasa otakmu paling kencling sejagat raya. Baiklah, kamu mungkin
sudah berhasil menghafal sekaliber Shahih Bukhari. Tapi apakah kamu sudah
menguasai dan menghafal berbagai kitab induk hadits lainnya? Lengkap dengan
penjelasannya? Plus menguasai serba-serbi ilmu tentang haditsnya?
Janganlah demikian…
Sesungguhnya hafalanmu bukan untuk sekadar
berbangga-bangga belaka. Apa engkau sudah mentadabburi isinya? Kau amalkan yang
kau hafal dan baca? Belum tentu semua yang kau hafalkan, dapat benar-benar kau
amalkan dalam kehidupan nyata. Berhati-hatilah tercabutnya nikmat hafalan itu
semua, kala hatimu lengah mencari ridha manusia.
Kamu, yang pandai menghias bacaan Al-Qur’anmu…
Mungkin suaramu itu seperti Syaikh Musyari dan Syaikh
Fahd Al-Kandari. Atau tajwidmu secermat Syaikh Al-Hudzaifi. Lantas kamu jadi
pamer dan berbangga hati? Subhaanallah? membaca Al-Qur’an kok hanya ingin
dipuji: “Maa
Syaa Allaah…suara dan cengkok lagunya indah sekali…“.
Janganlah demikian…
Sesungguhnya memiliki suara indah hanyalah anugrah sekaligus fitnah dari Allah
bagi diri. Jika kamu terus berbangga hati, bisa jadi nikmat suara indahmu nanti
dicabut oleh Allah, hingga suaramu jadi sumbang, atau malah tak memiliki pita
suara sama sekali [wal’iyaadzubillaah]. Syukurilah dan gunakan itu untuk
menambah pahala bagi dirimu sendiri.
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا
مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
“…
dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan
bila kamu ditimpa oleh kemadharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta
pertolongan.” (Qs. An-Nahl : 53).
Kamu, si pintar dari universitas ternama…
Apa sih sumbangsihmu bagi negara dan agama? Tak
usahlah kau jadi besar kepala! Kalaupun kau sudah menyumbang manfaat bagi
sesama, belum tentu itu kan berbuah pahala. Iya, karena tendensimu ternyata tak
lebih dari perkara dunia semata, bukan karena ikhlas mencari ridha-Nya.
Kamu, yang bisa baca kitab dan berbahasa arab…
Mengapa hal itu membuatmu begitu tinggi hati?
Kesalahan wajar pemula kau caci maki. Bercerminlah terhadap diri, Apakah dahulu
engkau tak pernah tersalah dalam belajar sama sekali?
Kamu, yang bergelimang harta…
Memandang orang tak punya dengan sebelah mata. Lagakmu
itu bak dunia milik pribadimu saja. Untuk urusan sedekah, Subhaanallaah… begitu pelitnya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ
وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang
besar.” (Qs. At-Taghabun: 15)
Kamu, yang (katanya) berjihad di jalan Allah
menegakkan agama-Nya…
Klaim mu telah “mengorbankan
segalanya“. Belum tentu amalanmu diakui di
sisi-Nya. Iya, karena dengan amalanmu, kamu berbuat ‘ujub dan riya! Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ
بِنَفْسِهِ
“Tiga
perkara yang membinasakan: rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan
ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri”
(HR. At-Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath)
Kamu, penulis nasihat yang (katanya) bijak dan
disukai…
Apa kau pikir tulisanmu itu paling cemerlang sendiri? Lalu kamu jadi berbangga
hati? Merasa sudah jadi penasihat sejati? Amboi, berkacalah diri..
jangan-jangan kamu bak lilin yang membakarmu sendiri. Sudah menasihati tapi tak
dijalani.
Dari Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seseorang didatangkan
pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam neraka, hingga usus perutnya
terburai, lalu dia berputar-putar di dalam neraka seperti himar yang
berputar-putar pada alat penggilingnya. Lalu para penghuni neraka
mengerumuninya seraya bertanya, ‘Wahai Fulan, apa yang telah menimpamu?
Bukankah engkau dahulu menyuruh kami kepada yang ma’ruf dan mencegah kami dari
yang munkar?’ Dia menjawab, ‘Memang aku dulu menyuruh kalian kepada yang
ma’ruf, tapi justru aku TIDAK melakukannya, dan aku mencegah kalian dari yang
mungkar, tapi aku justru melakukannya.”
(HR.Bukhari & Muslim)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا
تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا
تَفْعَلُونَ (3)
“Wahai
orang-orang yang beriman! Mengapa kamu MENGATAKAN sesuatu yang kamu TIDAK
KERJAKAN? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa yang
tidak kamu kerjakan.” (Qs. Ash-shaf: 2-3)
Kamu.. kamu… kamu… jangan sombong wahai jiwa…
Kamu.. kamu… kamu… jangan merasa ‘ujub dan riya duhai
manusia…
Dengan segala kelebihan yang kau punya. Sejatinya
kelebihanmu itu semua bak pisau bermata dua, yang dapat menghantarkanmu ke surga,
atau menjerumuskanmu ke dalam neraka. Ya, karena kelebihanmu itu dapat menjadi
karunia yang berbuah pahala, atau bencana yang berujung dosa.
—
Penulis: Fatihdaya Khoirani
Artikel Muslimah.Or.Id